Selasa, 27 Maret 2012

EDUKASI SEMUA KALANGAN

Penemuan Medan Linstrik & Anti Petir


Penemuan Pesawat Terbang


Sabtu, 17 Maret 2012

SYEIKH TOLHAH BIN THOLABUDDIN

Lahir di Desa Trusmi, kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon diperkirakan tahun 1825. Ayahnya bernama KH. Tolabuddin, lahir di Desa Trusmi putera dari KH. Radpuddin keturunan Pangeran Trusmi putera Sunan Gunungjati.

Mengikuti pendidikan agama, diawali di Pesantren Rancang (pesantren ayahnya), kemudian melanjutkan ke Pesantren Ciwaringin (semuanya masih diwilayah Kabupaten Cirebon) kemudian melanjutkan ke Pesantren Lirboyo di Ponorogo-Jawa Timur, kemudian meneruskan di Gresik-Jawa Timur, dari Gresik pulang dahulu mengajar di Pesantren Rancang membantu ayahnya.

Selanjutnya pergi menunaikan ibadah Haji dan terus mukim di Mekkah, mempelajari Tasawuf dan Thoriqoh dari Syekh Ahmad Khatib Sambas Ibn. Abdul Gaffar khusus tentang Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) hingga mencapai kedudukan sebagai wakil Talqin dan membantu Syekh Ahamad Khatib Sambas beberapa waktu lamanya.

Diperkirakan tahun 1873 kembali dari Mekah mengajar di Pesantren Rancang.
Sekitar tahun 1876 mendirikan pesantren di Begong, Desa Kalisapu, Kabupaten Cirebon.

Ditangkap oleh aparat keamanan colonial Belanda di Cirebon sekitar tahun 1889 atas tuduhan menghina Ratu Belanda dan mempersiapkan perlawanan pemerintah kolonial Belanda.

Berangkat ke Mekah untuk kedua kalinya, kembali dari Mekah berhenti beberapa waktu lamanya di Singapura kerena kapalnya rusak. Sempat memberi pelajaran tentang TQN di Singapura.

Dari pernikahan dengan isteri-isterinya dikaruniai anak 18 laki-laki, 8 perempuan dan punya cucu 69 orang (sebagian kecil masih hidup)

Menjadi penasehat dan pembimbing keagamaan di Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Bupati Kuningan 1892 dan bagi para pejabat tinggi pemerintahan dan para bangsawan di Cirebon.

Meniggal dunia tahun 1935 dimakamkan di komplek pemakaman Gunung Jati.


NASAB SYEIKH THOLHAH :

K. THOLHAH (Pangeran Kusumawijaya), bin
K. Tholabuddin (Pangeran Adhikarya), bin
K. Sa’iduddin (Pangeran Ratnakusuma), bin
K. Saifuddin (Pangeran Adhisurya), bin
K. Asasuddin (Pangeran Suryadilaga), bin
K. Nuruddin (Pangeran Ratnawi Suryadikusuma), bin
K. Sirojuddin (Pangeran Sucaya Suryadibrata), bin
K. Mawlana Wilayatullah (Pangeran Jayalelana Mangkurat), bin
Mawlana Syarif Hidayatullah/Sulthon Mahmud (Sunan Gunung Jati), bin
Amatuddin ( Raja ’Abdullah), bin
al-Imam Nurudzolam, bin
al-Imam Jamaluddin al-Huseyn, bin
al-Sayyid Ahmad Syah Jalal, bin
al-Amir ’Abdullah ’Adzomah Khan, bin
al-Imam ’Abdul Malik, bin
al-Sayyid Muhammad Shohib Mirbath, bin
al-Sayyid ’Ali Kholiq Qosim, bin
al-Sayyid ’Alwiy, bin
al-Sayyid Muhammad, bin
al-Sayyid ’Alwiy, bin
al-Imam ’Ubaydillah, bin
al-Imam Ahmad al-Muhajir, bin
al-Imam ’Isa al-Naqib, bin
al-Imam Muhammad al-Naqib, bin
al-Imam ’Ali al-’Aridhiy, bin
al-Imam Ja’far al-Shodiq, bin
al-Imam Muhammad al-Baqir, bin
al-Imam Zaynal ’Abidin, bin
al-Sayyid Huseyn, bin
Sayyidah Fathimah al-Zahro’, bin
Sayyidina Muhammad SAW

SYEIKH AHMAD SHOHIBULWAFA TAJUL 'ARIFIN

KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj Juhriyah. Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun 1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacan Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.

Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren. Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman di masa mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.

Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam. Pengetahuan beliau meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang merupakan inti ilmu agama. Oleh Karena itu, tidak heran jika beliau fasih berbahasa Arab dan lancar berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda, sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati yang paling dalam. Beliau juga amat cendekia dalam budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik Kesundaan, untuk memperkokoh Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Bahkan baliaupun terkadang berbicara dalam bahasa Jawa dengan baik.

Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam memimpin pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan ajaran Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.

Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Abah Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah. Didirikannya Pondok Remaja Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah. Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah, di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan, pendidikan, sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu agama mulai yakin bahwa agama Islam dengan berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat mampu merehabilitasi kerusakan mental dan membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola, yaitu KH. Noor Anom Mubarok BA, KH. Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin.

Sepeninggal Syaikh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad sebagai mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah yang berpusat di Pondok Pesantren Suryalaya dilanjutkan oleh KH.A. Shohibulwafa Tajul Arifin ( Abah Anom) sampai sekarang, beliau mempunyai wakil talqin yang cukup banyak dan tersebar di 35 wilayah, termasuk Singapura dan Malaysia.

Untuk lebih jelasnya mengenai daftar nama-nama wakil talqin bisa langsung dilihat di sini

Azas Tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah
Pondok Pesantren Suryalaya

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Ilahi Anta Maqshuudii Waridloka Mathluubi A’thini Mahabbataka wa Ma’rifataka

Artinya : Ya Tuhanku ! hanya Engkaulah yang ku maksud, dan keridlaan Mulah yang kucari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintaiMu dan ma’rifat kepadaMu.

Doa tersebut diatas oleh para ikhwan Thoriqah Qadiriyah Naqsayabandiyah wajib dibaca dua kali.

Dalam doa tersebut mengandung tiga bagian :

1. Taqorub terhadap Allah SWT.
Ialah mendekatkan diri kepad Allah dalam jalan ubudiyah yang dalam hal ini dapat dikatakan tak ada sesuatunyapun yang menjadi tirai penghalang antara abid dan ma’bud, antara choliq dan makhluq.

2. Menuju jalan mardhotillah
Ialah menuju jalan yang diridloi Allah SWT. baik dalam ubudiyah maupun di luar ubudiyah, jadi dalam segala gerak-gerik manusia diharuskan mengikuti atau mentaati perintah Tuhan dan menjauhi atau meninggalkan larangan-NYA.
Hasil budi pekerti menjadi baik, akhlak pun baik dan segala hal ikhwalnya menjadi baik pula, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun yang berhubungan dengan sesama manusia atau dengan mahluk Allah dan insya Allah tidak akan lepas dari keridloan Allah SWT.

3. Kemahabbahan dan kema’rifatan terhadap Allah S.W.T
Rasa cinta dan ma’rifat terhadap Allah “Dzat Laisa Kamitslihi Syaiun” yang dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati. Kalau telah tumbuh Mahabbah, timbullah berbagai macam hikmah di antaranya membiasakan diri dengan selurus-lurusnya dalam hak dhohir dan bathin, dapat pula mewujudkan “keadilan” yakni dapat menetapkan sesuatu dalam haknya dengan sebenar-benarnya. Pancaran dari mahabbah datang pula belas kasihan ke sesama makhluk diantaranya cinta pada nusa ke segala bangsa beserta agamanya. Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah ini adalah salah satu jalan buat membukakan diri supaya tercapai arah tujuan tersebut.

Suryalaya 10 November 1960

Ttd.
(KH. A Shohibulwafa Tajul ‘Arifin).

SYEIKH ABDULLOH MUBAROK BIN NUR MUHAMMAD

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang biasa di panggil Abah Sepuh, lahir tahun 1836 di kampung Cicalung Kecamatan Tarikolot Kabupaten Sumedang (sekarang, Kp Cicalung Desa Tanjungsari Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya) dari pasangan Rd Nura Pradja (Eyang Upas, yang kemudian bernama Nur Muhammad) dengan Ibu Emah. Beliau dibesarkan oleh uwaknya yang dikenal sebagai Kyai Jangkung. Sejak kecil, beliau sudah gemar mengaji/mesantren dan membantu orang tua dan keluarga, serta suka memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Setelah menyelesaikan pendidikan agama dalam bidang akidah, fiqih, dan lain-lain di tempat orang tuanya. Di Pesantren Sukamiskin Bandung beliau mendalami fiqih, nahwu, dan sorof. Beliau kemudian mendarmabaktikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat dengan mendirikan pengajian di daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah Tundagan Tasikmalaya. Beliau kemudian menunaikan ibadah Haji yang pertama.

Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah menjadi pimpinan dan mengasuh sebuah pengajian pada tahun 1890 di Tundagan Tasikmalaya, beliau masih terus belajar dan mendalami ilmu Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah kepada Mama Guru Agung Syaikh Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu Cirebon. Setelah sekian lamanya pulang-pergi antara Tasikmalaya-Cirebon untuk memperdalam ilmu tarekat, akhirnya beliau memperoleh kepercayaan dan diangkat menjadi Wakil Talqin. Sekitar tahun 1908 dalam usia 72 tahun, beliau diangkat secara resmi (khirqoh) sebagai guru dan pemimpin pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah oleh Syaikh Tolhah. Beliau juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan (bertabaruk) kepada Syaikh Kholil Bangkalan Madura dan bahkan memperoleh ijazah khusus Shalawat Bani Hasyim.

Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan kurang menguntungkan dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, beliau beserta keluarga pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah H. Tirta untuk sementara. Selanjutnya beliau pindah ke Kampung Cisero (sekarang Cisirna) jarak 2,5 km dari Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya. Pada tahun 1904 dari Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya pindah ke Dusun Godebag.

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad kemudian dan bermukim dan memimpin Pondok Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya. Beliau memperoleh gelar Syaikh Mursyid. Dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun 1950, Abah Sepuh hijrah dan bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung. Sekembalinya dari Bandung, beliau bermukim di rumah H Sobari Jl Cihideung No 39 Tasikmlaya dari tahun 1950-1956 sampai beliau wafat.

Setelah menjalani masa yang cukup panjang, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dengan segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan yang tidak ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah pada tangal 25 Januari 1956, dalam usia 120 tahun. Beliau meniggalkan sebuah lembaga Pondok Pesantren Suryalaya yang sangat berharga bagi pembinaan umat manusia, agar senantiasa dapat melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mewariskan sebuah wasiat berupa “TANBIH” yang sampai saat sekarang dijadikan pedoman bagi seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya dalam hidup dan kehidupannya.

Minggu, 04 Maret 2012

PENGERTIAN INABAH

Pengertian inabah secara bahasa

Inabah memiliki asal kata ‘naaba’ yang artinya dekat atau kembali. Naaba ila syai’ artinya kembali kepada sesuatu dan membiasakan diri dengannya. Dan apabila dikatakan : Naaba ilallaah maka maknanya adalah : taaba wa lazima thaa’atahu (bertaubat dan tetap mentaati-Nya). Dan apabila dikatakan anaaba fulan ila syai’ maka maknanya adalah : raja’a ilaihi marratan ba’da ukhra (terus kembali kepadanya untuk kesekian kalinya). Dan apabila dikatakan anaaba ilallaah maka maknanya adalah : taaba wa raja’a (bertaubat dan rujuk kepada Allah) (al-Mu’jam al-Wasith, 2/961)

Pengertian inabah secara istilah

Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Inabah adalah kembali kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya serta menjauhi kemaksiatan kepada-Nya. Makna inabah ini mirip dengan taubat, hanya saja inabah lebih halus daripada taubat karena di dalamnya terkandung perasaan bergantung kepada Allah dan memulangkan persoalan kepada-Nya…” (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 61)

Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Inabah semakna dengan taubat akan tetapi para ulama mengatakan bahwa inabah memiliki derajat yang lebih tinggi daripada taubat. Karena taubat itu meliputi sikap meninggalkan (maksiat), menyesal dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya. Adapun inabah, maka di dalamnya tercakup ketiga unsur tersebut dan selain itu ia juga memiliki kelebihan lainnya yaitu menghadapkan jiwa-raga kepada Allah dengan mengerjakan ibadah-ibadah. Maka apabila ada seseorang yang meninggalkan perbutan maksiat kemudian bertekad untuk tidak melakukannya lagi dan dia menyesali perbuatan yang telah dilakukannya itu, dan dia terus konsisten dalam beribadah maka orang itu disebut sebagai taa’ib (pelaku taubat), akan tetapi apabila setelah bertaubat itu dia terus berusaha memperbaharui sikap menghadapkan diri (kepada Allah) maka orang ini disebut sebagai muniib (orang yang berinabah) kepada Allah ta’ala.” (Hushul al-Ma’mul, hal. 90)

Allah mencintai hamba-Nya yang Muniib

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan inabahlah kepada Rabb kalian serta pasrahlah kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar : 54).

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini, “Dan inabahlah kepada Rabb kalian.” Yaitu dengan hati kalian, “dan pasrahlah kepada-Nya.” Yaitu dengan anggota badan kalian. Apabila kata inabah disebutkan secara bersendirian maka amal-amal fisik sudah tercakup di dalamnya. Dan apabila digabungkan keduanya sebagaimana di dalam ayat ini maka maknanya adalah sebagaimana yang telah kami sebutkan.” Dan di dalam firman Allah, “kepada Rabb kalian dan pasrahlah kepada-Nya.” terdapat dalil untuk ikhlas, dan menunjukkan bahwa tanpa keikhlasan tidak akan berguna sama sekali amal-amal lahir maupun batin.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 727)

Inabah? Apa itu Inabah? Takkala mendengar kata Inabah langsung tertuju pada Pondok Remaja Inabah tempat pembinaan bagi sebagian saudara kita yang sedang mengalami musibah ketergantungan obat atau kenakalan remaja. Sejatinya istilah Inabah adalah kata khusus yang popular dikalangan orang yang sedang belajar tasawuf dan mengamalkan sebuah tarekat sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Alloh Ta’ala.

Apa makna dan pengertian Inabah? Dan mengapa Hadrotus-Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Pangersa Abah Anom) mengistilahkan Inabah? Menurut al-Mu’jam al-Wasith, 2/961 : Inabah memiliki asal kata ‘naaba’ yang artinya dekat atau kembali. Naaba ila syai’ artinya kembali kepada sesuatu dan membiasakan diri denganNya. Dan apabila dikatakan : Naaba ilalloh maka maknanya adalah : taaba wa lazima thaa’atahu (bertaubat dan tetap mentaati-Nya). Dan apabila dikatakan anaaba fulan ila syai’ maka maknanya adalah : roja’a ilaihi marratan ba’da ukhro (terus kembali kepadaNya untuk kesekian kalinya). Dan apabila dikatakan anaaba ilalloh maka maknanya adalah : taaba wa roja’a (bertaubat dan rujuk kepada Alloh). Untuk itu Inabah bukan saja bertaubat dari berbagai dosa yang pernah dilakukan, melainkan juga kembali mengharap Alloh Ta’ala.

Syeikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Inabah adalah kembali kepada Alloh Ta’ala dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya serta menjauhi kemaksiatan kepada-Nya. Makna Inabah ini mirip dengan taubat, hanya saja Inabah lebih halus daripada taubat karena di dalamnya terkandung perasaan bergantung kepada Alloh dan memulangkan persoalan kepada-Nya…” (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 61)

Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Inabah semakna dengan taubat akan tetapi para ulama mengatakan bahwa Inabah memiliki derajat yang lebih tinggi daripada taubat. Karena taubat itu meliputi sikap meninggalkan (maksiat), menyesal dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya. Adapun Inabah, maka di dalamnya tercakup ketiga unsur tersebut dan selain itu ia juga memiliki kelebihan lainnya yaitu menghadapkan jiwa-raga kepada Alloh dengan mengerjakan ibadah-ibadah. Maka apabila ada seseorang yang meninggalkan perbuatan maksiat kemudian bertekad untuk tidak melakukannya lagi dan dia menyesali perbuatan yang telah dilakukannya itu, dan dia terus konsisten dalam beribadah maka orang itu disebut sebagai taa’ib (pelaku taubat), akan tetapi apabila setelah bertaubat itu dia terus berusaha memperbaharui sikap menghadapkan diri (kepada Alloh) maka orang ini disebut sebagai muniib (orang yang berinabah) kepada Alloh Ta’ala.” (Hushul al-Ma’mul, hal. 90).

Di Inabah, seseorang yang telah bertaubat kepada Alloh diupayakan dan dikondisikan agar selalu meningkatkan ibadah dengan memperbanyak dzikrulloh, memperbanyak berbagai sholat-sholat sunat, mandi taubat, puasa, khotaman, manaqiban, dan lainnya. Taubat bukan hanya sekedar mengucapkan “Astaghfirulloh al-‘adhim”, melaikan harus diikuti aksi nyata untuk lebih meningkatkan ibadah kepada Alloh dan berusaha agar selalu ingat kepada-Nya (dzikrulloh) agar selalu dijaga dan dijauhkan dari kembali melakukan berbagai dosa. Berbagai pengkondisian dan pembiasaan ibadah diatas adalah sebagai proses pembiasaan jiwa dan raga kita agar selalu taat kepada Alloh dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya.

Mengapa? Ternyata membiasakan untuk selalu berbuat baik itu sangat susah sekali, apalagi untuk berusaha istiqomah dalam beribadah kepada Alloh.

Allah mencintai hamba-Nya yang Muniib

Alloh Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan inabahlah kepada Rabb kalian serta pasrahlah kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar : 54).

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini, “Dan inabahlah kepada Rabb kalian.” Yaitu dengan hati kalian, “dan pasrahlah kepada-Nya.” Yaitu dengan anggota badan kalian. Apabila kata inabah disebutkan secara bersendirian maka amal-amal fisik sudah tercakup di dalamnya. Dan apabila digabungkan keduanya sebagaimana di dalam ayat ini maka maknanya adalah sebagaimana yang telah kami sebutkan.” Dan di dalam firman Allah, “kepada Rabb kalian dan pasrahlah kepada-Nya.” terdapat dalil untuk ikhlas, dan menunjukkan bahwa tanpa keikhlasan tidak akan berguna sama sekali amal-amal lahir maupun batin.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 727). Tentunya modal utama untuk ikhlas dan Inabah (kembali kepada Alloh) adalah dengan dzikrulloh sebagaimana ditanamkan Guru Mursyid.

Sumber :

http://inabah23putra.blogspot.com/p/metode-inabah.html
http://www.inabah.com/p/pembinaan.html
Al-qur'an & As-sunnah
http://suryalaya.org/ver2/main.html

METODE INABAH

Inti metode dan teknik terapi spiritual yang digunakan di Inabah dalam menyembuhkan orang yang ketergantungan NAPZA dan stress merujuk pada konsep metode penyadaran diri, dalam arti menanamkan kesadaran akan hubungan seorang hamba dengan Penciptannya. Penyadaran diri dari kelalaian manusia terhadap hakekat diri dan Tuhannya, penyadaran diri dari kelalaian terhadap hakekat serta tujuan hidupnya; darimana ia berasal, untuk apa ia hidup, dan akan kemana kembalinya.

Mengapa penyadaran tersebut sangat penting? Akibat kelalaian manusia akan hakekat diri dan Tuhannya ini, banyak manusia tersesat dalam perjalanan hidupnya dan tidak mampu menjalani hidup dengan bahagia. Tujuan penerapan metode Inabah yang utama adalah agar Anak Bina dikembalikan kesadarannya agar tidak lupa kepada hakekat diri dan Tuhannya serta memiliki arah hidup yang jelas dan mampu mengembalikan diri ke jalan yang benar serta diridhai Allah. Berbagai hasil penelitian yang pernah dilakukan, diantaranya oleh Emo Kastama Abdulkadir (1994) menyimpulkan bahwa metode Inabah cukup efektif dan efisien dalam proses penyembuhan orang yang ketergantungan obat-obat terlarang dengan tingkat keberhasilan mencapai 80% hingga 92%. Penelitian lainpun telah membuktikan bahwa jangka waktu pembinaan (terapi) di Inabah memiliki relevansi yang positif dengan penurunan gejala- gejala keluhan fisik maupun psikosomatis.

Proses penyadaran yang digunakan dalam metode Inabah ini diistilahkan dalam Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) sebagai tazkiyatun nafsi atau pembersihan jiwa dari berbagai penyakit atau kotoran hati, seperti: kikir, ambisius, iri hati, bodoh, hedonistik, dan berbagai akhlak tercela lainnya. Berbagai akhlak tercela tersebut merupakan sumber kerusakan moral dan pribadi seseorang, yang pada gilirannya dapat merusak jiwa (psike), bahkan fisik seorang manusia (soma), sehingga muncul istilah penyakit psikosomatis. Tepatlah isyarat yang telah ditegaskan oleh Rasulullah saw bahwa antara jiwa dan raga (fisik) mempunyai keterkaitan yang erat dalam mewujudkan kesehatan seorang manusia. Bunyi hadits tersebut sangat terkenal dan sering dibacakan oleh para Kyai sebagai berikut :

ألا إن فى الجسد مضغة فإن صلحت صلح الجسد كله وإن فسدت فسد الجسد كله , ألا وهى القلب

Artinya: Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Sebaliknya jika daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ingatlah segumpal daging itu adalah Qolbu (hati)”.

Metode penyadaran diri dalam TQN menggunakan pendekatan sufistik dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, memperbanyak ibadah kepada-Nya, dan mengisi sebanyak mungkin alam kesadaran manusia dengan nama Allah, serta menjauhkan diri dari dorongan dan kecendrungan jiwa rendah. Kecendrungan jiwa- jiwa rendah (nafsu amarah dan nafsu lawwamah) yang bersifat materialistic, dan hedonistic, dibersihkan dalam upaya penyadaran diri sehingga pengaruhnya mampu diatasi. Nafsu amarah memiliki gejala- gejala negative berupa kikir, ambisius, dengki, keras kepala, hedonistic, sombong, dan pemarah. Sedangkan nafsu lawwamah memiliki Sembilan macam gejala, yaitu: suka mencela, suka menuruti hawa nafsu, merekayasa, bangga kepada diri sendiri, suka menggunjing, tidak bisa berbuat adil, pembohong, dan suka lupa kepada Allah. TQN mengajarkan prinsip- prinsip hidup yang menekankan pada kestabilan jiwa seperti: tahan menghadapi problema hidup (sabar), mengakui dan berterima kasih atas jasa pihak lain (syukur), menerima kenyataan hidup dengan penuh kesadaran (qanaah), rela atas ketetapan Yang Maha Kuasa (ridha), menyerahkan segala hasil usaha kepada Yang Maha Kuasa (tawakkal), dan lain- lainnya. Sikap mental sufistik tersebut merupakan prasyarat bagi seseorang untuk merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya, baik kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akherat.

Filosofi atas sistem kerja metode ini adalah bahwa unsur- unsur pikiran, yang terdiri dari tangkapan panca indera semata- mata (materialistik) akan selalu disertai oleh daya- daya nafsu (jiwa) tercela kita, yaitu egocentros polemos dan eros, atau ghadlab dan syahwat, yang apabila dihambat dapat menjadi sumber penyakit- penyakit psikologis dan psikomatif. Padahal kemungkinan timbulnya penghambatan impuls urat syaraf yang mengalir ke dalam otak adalah sangat besar, dikarenakan setiap tuntutan yang didorong nafsu tidak semuanya terpenuhi. Tidak terpenuhinya keinginan- keinginan tersebut akan menimbulkan ketegangan dan tekanan batin atau ketidakharmonisan psikologis.

Satu - satunya jalan impuls urat syaraf yang tidak mudah dihambat adalah apabila pikiran ditingkatkan ke arah alam abstrak melalui badan pikiran (corpus mentalis) menuju ke budhi dan terus ke Tuhan. Adapun pikiran yang tidak mudah dihambat oleh keterbatasan dirinya adalah pikiran yang dikuasai oleh nafsu terpuji, yaitu kecendrungan religius atau nafsu muthmainnah. Inilah target psikoterapi sufistik yang dikembangkan oleh TQN PP.Suryalaya dengan metode Inabahnya.

Sebagai sebuah metode terapi penyadaran diri, Inabah mempunyai beberapa komponen yang saling terkait satu sama lainnya dan sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan anak bina. Komponen- komponen tersebut adalah :

a.Mursyid atau Syeikh, yaitu pemimpin atau guru besar dalam sebuah tarekat. Seorang Mursyid dalam sebuah tarekat adalah segalanya dan penentu semua aktivitas ketarekatan atau aktivitas kesufian para muridnya. Bahkan seorang murid dalam tarekat dihadapan Mursyidnya ibarat seorang mayat dihadapan orang yang memandikannya. Dalam proses terapinya peranan seorang Mursyid merupakan seorang profesional (terapis) yang berhubungan dengan anak bina melalui komunikasi verbal dan non verbal serta berusaha menghilangkan gangguan emosional, mengubah gangguan perilaku, dan memupuk perkembangan kepribadian yang baik dengan prinsip- prinsip ajaran Tasawuf Islam. Selanjutnya Mursyid mengajak dialog dan mendengarkan keluhan anak bina dengan penuh empati sebagai upaya memahami kondisi kejiwaannya dan memahami sejauhmana ia telah tersesat jalan. Dilanjutkan dengan memberikan penjelasan tentang prinsip hidup Islami dalam pemahaman tasawuf dan memberikan pelajaran (talqin) dzikir.

b.Para Pembina, yaitu pelaksana operasional yang membina sehari- hari di pondok- pondok remaja Inabah yang secara konsisten dan kontinyu membimbing selama 24 jam di pondok bina.

c.Kurikulum, maksudnya berupa berbagai kegiatan yang berupa aktivitas ibadah yang harus dilaksanakan oleh setiap anak bina selama menjalani masa penyembuhan, baik berupa ibadah- ibadah wajib, sunat, mandi taubat, dzikir, khotaman, manakiban, dan lainnya.

d.Sarana prasarana sebagai komponen penunjang yang sangat penting dalam mengkondisikan para anak bina agar dapat lebih mudah untuk melupakan berbagai permasalahan jiwanya, atau melupakan berbagai kebiasaan jelek yang merusak jiwanya. Sarana dan prasarana ini mencakup pemondokan, tempat tinggal pembina, mesjid, ketersediaan air, dan sebagainya.

e.Anak Bina atau pasien yang akan menjalani terapi. Dalam proses terapinya para anak bina ini bertindak sebagai murid yang mengamalkan Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya. Mereka datang ke Pondok Pesantren Suryalaya dan meminta untuk dibimbing ke Sesepuh melalui Bidang Inabah Yayasan Serba Bakti Pusat. Untuk itu target terapi tidak sebatas hanya sembuh secara medis atau psikologis pada umumnya, melainkan diharapkan mampu menjadi manusia yang “arif billahi” atau menjadi manusia yang ma’rifat kepada Allah Ta’ala, yang mempunyai kepribadian religius dan transedentalis.

2.Beberapa Teknik yang digunakan di Inabah

Dalam praktek metode Inabah, teknik yang digunakan adalah berbagai amaliah yang dilaksanakan dalam Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) pondok Pesantren Suryalaya, yaitu dengan memperbanyak amaliah sebagai berikut :

a.Mandi Taubat

Mandi taubat adalah amalan yang biasa dilaksanakan oleh para sufi dan ahli tarekat. Mandi ini dilaksanakan dengan niat taubat atau menghilangkan berbagai dosa dari seluruh anggota tubuh, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Caranya dengan mengalirkan air ke seluruh permukaan tubuh, dari atas ke bawah secara merata, dan dilaksanakan sekitar pukul: 02.00 dini hari. Ketika sedang menyiramkan air ke sekujur tubuh, dibacalah doa :

رَبِّ أَنْزِلْنِي مُنْزَلًا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ

yang artinya : “Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah Sebaik-baik yang memberi tempat."

Mandi taubat sangat ampuh untuk meningkatkan kesadaran diri (self consciousness) dan penyembuhan dari berbagai penyakit. Hal ini berdasarkan pemahaman dan interpretasi pada firman Allah yang artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”. (Q.S.Al- Nisa: 43).

Dalam ayat lain disebutkan :“ (ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)”.(Q.S.Al-Anfal: 11).

Kata kunci dari kedua ayat diatas adalah “sukara” (mabuk) dan “nu’asa” (mengantuk); kedua keadaan tersebut pada hakekatnya adalah kelalaian dan kealpaan diri, atau hilangnya kesadaran diri. Keadaan ini dapat dihilangkan dengan air dan mandi, demikian juga berbagai kondisi psikologis lain yang diakibatkan adanya pengaruh syeitan, seperti : lemas, gelisah, susah, stress, dan lainnya. Berbagai keadaan psikologis tersebut sebagai tanda ketidaksehatan mental sehingga jiwa tidak bahagia akibat pengaruh bisikan syeitan.

Mandi taubat tersebut dilakukan layaknya mandi besar, yaitu dengan mengalirkan air pada seluruh anggota tubuh, mulai dari ubun- ubun sampai ujung kaki disertai niat bertaubat sebagai ekspresi dari keinginan untuk membersihkan diri dari dosa anggota tubuh secara keseluruhan. Dengan demikian mandi taubat dapat dikatakan sebagai taubat dalam bentuk perilaku atau taubat yang bersifat aktif dan ekspresif.

Selain manfaat psikologis sebagaimana diterangkan diatas, mandi taubat memiliki manfaat terapi terhadap penyakit atau gangguan- gangguan biologis (fisik) yang bersifat psikosomatif. Mandi taubat dipandang sebagai hydrotherapy atau pengobatan dengan memanfaatkan air sebagai sarananya. Menurut Simon Baruch (1840-1921) seorang doktor Amerika, bahwa air memang memiliki daya penenang jika suhu air sama dengan suhu kulit, dan memiliki daya rangsang jika suhu air tidak sama dengan suhu kulit. Sedangkan menurut Ewalt, pasien yang mengalami delirium alcohol dan yang menunjukkan keresahan, agitasi, over aktif, kecemasan yang akut dan tumor akibat keracunan obat- obatan menunjukkan respon yang baik terhadap hydrotherapy.

Mandi taubat selain dengan niat taubat, juga memiliki nilai meditasi dan sugesti. Ketika dibacakan doa khusus mandi taubat : “Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah Sebaik-baik yang memberi tempat." Maka doa ini akan membuka secercah harapan untuk mendapatkan lingkungan dan dunia baru yang lebih baik, suasana dan kondisi yang lebih tercerahkan, sehingga frustasi dan segala bentuk pelampiasannya akan dapat dicegah laksana pohon kayu yang kini mulai bersemi kembali. Selanjutnya anak bina diajak untuk melaksanakan shalat berjamaah.

b.Shalat :

Shalat merupakan ibadah mahdhah (ritual) yang telah baku dalam Islam. Amalan shalat menjadi metode penyadaran diri yang sangat diutamakan, baik shalat wajib maupun shalat sunat. Khusus untuk penyembuhan atas ketergantungan narkoba, amalan shalat dikerjakan dengan peraturan yang sangat ketat. Semua jenis shalat baik yang wajib ataupun yang sunat yang ditetapkan dalam kurikulum Inabah, diberlakukan sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan bagi seluruh anak bina. Karena diyakini bahwa shalat ini memiliki daya penyadar yang sangat besar, untuk itu selain shalat wajib sehari semalam, intensitasnya diperbanyak dengan melaksanakan berbagai shalat sunat. Dengan demikian dalam sehari semalam, seluruh anak bina melaksanakan amalan shalat tidak kurang dari 82 rakaat.

Penerapan amalan shalat sebagai salah satu metode tazkiyatun-nafsi didasarkan pemikiran bahwa shalat mempunyai hikmah yang dapat mempengaruhi pribadi seseorang untuk tidak bertindak keji (perzinahan, perjudian, minum minuman keras dan sejenisnya) dan mungkar ( yaitu segala macam tindakan yang bersifat deskruktif dan anarkis). Dasarnya firman Allah dalam surat al-Ankabut: 45 yang artinya:“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar”. Termasuk dalam pelaksanaannya dilakukan secara berjamaah, didasarkan pada aspek edukatif yang bertujuan mendapatkan manfaat pembersihan jiwa yang lebih efektif. Sebagaimana keyakinan akan kebenaran sabda Rasulullah saw yang artinya: “ Barangsiapa shalat empat puluh hari (berjamaah) dengan tidak ketinggalan takbiratul-ihramnya imam, maka Allah akan membebaskannya dari dua hal; bebas dari penyakit nifaq (kemunafikan), dan bebas dari neraka “ (H.R. Abu Na’im).

Disamping dasar pemikiran tersebut, shalat juga dikerjakan dalam rangka memperbaiki hubungan diri dengan Allah swt. Karena manusia dimana saja pasti akan tertimpa kenistaan, manakala tidak baik hubungannya dengan Allah dan tidak baik hubungannya dengan sesama manusia. Sebagaimana firman Allah yang artinya : “ Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan”. (Q.S.Ali Imran : 112).

Dari segi tata cara bacaan maupun gerakannya, shalat akan menuntun orang yang melaksanakannya untuk menyadari kemahabesaran dan keagungan Allah, dan sekaligus membangkitkan kesadaran akan kelemahan diri sendiri. Dengan demikian, seseorang yang banyak melakukan shalat akan menjadi seorang yang transendentalis (orang yang memiliki kesadaran transcendental) atau dalam istilah tasawuf disebut ma’rifat, yaitu seorang yang sadar betul akan posisi Tuhannya dan posisi dirinya. Proses perubahan kondisi psikologis ini disebut individualisasi atau proses penemuan jati diri. Dengan metode shalat ini, akhirnya seseorang akan malu dan takut untuk berbuat maksiat, khususnya yang bersifat keji (fahsya) dan anarkis (munkar). Ia juga akan senantiasa ingat kepada Allah (Dzikrullah), yang pada gilirannya akan terselamatkan dari godaan iblis yang senantiasa membisikkan dorongan untuk berbuat maksiat kepada Allah.

Selain manfaat psikologis yang bersifat terapi, shalat juga mempunyai manfaat somatic atau psikosomatif. Hal ini disebabkan karena secara mekanis gerakan dalam shalat memiliki aspek olahraga dan akupuntur yang bersifat terapi. Mulai dari kegiatan pra-shalat, yaitu wudhu ataupun mandi, dan seluruh gerakan dalam kegiatan shalat. Berwudhu akan memberikan suasana relaksasi bagi seseorang, disamping gerakannya untuk menggosok dan mengusap wajah, tangan, dan kaki. Semuanya ini berdasarkan tinjauan pijak refleksi dan akupuntur sangat bermanfaat bagi kesehatan fisik. Karena dengan gosokan itu akan merangsang simpul- simpul syaraf yang ada pada anggota tubuh yang terkena air wudhu tersebut. Demikian juga halnya gerakan shalat, mulai dari takbir, berdiri, ruku, sujud, dan duduknya sangat baik untuk menunjang kesehatan fisik.

Sedangkan bacaan- bacaan yang bersifat meditative dan doa sangat bermanfaat untuk kesehatan jiwa, karena mengandung kekuatan spiritual atau kekuatan rohaniah yang dapat membangkitkan rasa percaya diri (self confident) dan optimistis; keduanya sangat penting bagi penyembuhan suatu penyakit.

c.Dzikir

Dzikir merupakan amaliah pokok dalam Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) yang mempunyai manfaat sangat besar dalam upaya pembersihan jiwa. Allah telah berfirman dalam surat ar-Ra’d ayat 28 artinya :” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.

Dalam hadits dikatakan tentang manfaat dzikir ini sebagai berikut :

إن لكل شئ صقالة و إن صقالة القلوب ذكرالله, وما من شئ أنجي من عذاب الله من ذكرالله

Artinya: “ Sesungguhnya bagi setiap segala sesuatu itu ada alat pembersihnya, dan sesungguhnya alat pembersih hati (jiwa) adalah dzikir kepada allah. Dan tidak ada sesuatu yang lebih dapat menyelamatkan dari siksa allah daripada dzikrullah ” (H.R.Baihaqi).

Dengan mengistiqomahkan dzikir jahar Laa Ilaaha Illallah dan dzikir khofi yang ditalqinkan oleh seorang Mursyid, maka dzikir ini menunjukkan komitmen seseorang untuk senantiasa menyebut dan mengingat asma Allah, menanamkan suatu kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Selain itu akan menjadi autoterapi atas ketergantungan Napza pada seseorang. Seseorang yang melaksanakan dzikir dengan serius dan istiqomah akan merasakannya sebagai katarsis (kanalisasi psikologis), bahkan insight. Proses terjadinya penyadaran dan perubahan kondisi psikologis saat melaksanakan dzikir dengan penuh khusyu ini akan ditandai dengan kesempurnaan tujuh tingkat kesadaran atau dikenal dengan tujuh macam nafsu, yaitu :

1.Nafsu Ammarah

2.Nafsu Mulhimah

3.Nafsu Muthmainnah

4.Nafsu Radliyah

5.Nafsu Mardliyah

6.Nafsu Lawwamah

7.Nafsu Kamilah.

Dengan memperbanyak dzikrullah diharapkan akan memberikan pengalaman psikologis dan spiritual (ahwal) dan pada waktunya ahwal-ahwal ini menjadi semakin permanen sebagai maqam hasil dari usaha untuk mempertahankannya. Dzikir merupakan suatu media dalam syariat Allah dan melaksanakan fungsi- fungsi sosial sebagaimana mestinya dengan penuh keridloan-Nya.

d.Qiyamul-lail

Qiyamul-lail atau bangun (shalat) di malam hari adalah salah satu metode pembersihan jiwa.Amalan qiyamul-lail ini merupakan amalan yang sangat lajim dilakukan para ahli tarekat dan merupakan amalan sunat yang sangat diistimewakan. Bahkan di jaman Rasulullah saw amalan suanat ini pernah menjadi amalan wajib, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat al-Mujammil berikut artinya : “1. Hai orang yang berselimut (Muhammad), 2. Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), 3.(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, 4. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan,5. Sesungguhnya kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat, 6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan, 7. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)”.

Pelaksanaan qiyamul-lail ini sangat ditekankan untuk lebih memberi efek tazkiyatun-nafsi dan berbagai manfaat psikologis lainnya, apalagi Allah telah menegaskan tentang ganjaran dan keutamaan qiyamul-lail ini dalam surat al-Isra ayat 79 disebutkan artinya :” Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji”.

Demikian pula disebutkan dalam hadits :

من أخلص ساعة قبل الصبح أربعين ليلا يتبع من قلبه حكمة أي خروج نور من القلب

Artinya : “ Barangsiapa yang (melakukan amalan) secara ikhlas sebelum shubuh satu jam saja selama empat puluh malam, maka akan memancar hikmah dari hatinya atau keluar cahaya hatinya “.

Qiyamul-lail atau bangun di malam hari untuk bermunajat dan beribadah kepada Allah dengan melakukan shalat atau amalan-amalan lainnya sangat dianjurkan dalam Islam dan merupakan amalan mulia yang biasa dilakukan para shalihin. Ketika orang lain terlelap tidur, lalu bangun malam untuk bermunajat dan beribadah dalam suasana sepi senyap secara psikologis sangat kondusif dan mampu meningkatkan konsentrasi serta kekhusuan dalam beribadahnya.

Dalam realisasi qiyamul-lail dengan metode Inabah ini diisi dengan berbagai amaliah, yaitu: mandi taubat, shalat-shalat sunat (sekitar 100 rakaat sebagaimana diterangkan dalam kurikulumnya), dan dzikir yang sebanyak- banyaknya sampai menjelang waktu shubuh. Seluruh kegiatan qiyamul-lail tersebut dimulai sejak pukul 02.00 sampai menjelang shubuh. Kegiatan qiyamul-lail ini memiliki aspek olahraga yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan mampu memperlancar peredaran darah. Khususnya pada gerakan- gerakan dalam shalat dan mandi taubat, didukung dengan suasana waktu yang mempunyai suhu dan kepekatan udara sedang dalam kondisi yang paling jernih. Sehingga kecepatan suara batin (menurut perhitungan para ahli metafisika) paling cepat dan munajat pada waktu itu adalah paling baik dan paling mudah terkabulkan. Menurut perhitungan Circadian Rhythm (irama biologik dari komponen biologik dalam tubuh dan berkaitan erat dengan fungsi fisiologis tubuh), bahwa sekitar pukul.04.00 manusia berada pada titik yang paling lemah dan paling peka terhadap serangan penyakit dan kematian (M.Sholeh, 2000:117). Dengan beraktivitas yang teratur pada rentang waktu tersebut akan melatih fisik memiliki daya tahan yang lebih baik.

e.Puasa

Amalan lain yang tidak kalah penting dalam proses Inabah ini adalah berpuasa yang merupakan bagian dari Rukun Islam. Puasa memiliki nilai sangat penting dalam pembersihan jiwa, dikarenakan puasa (menahan dari makan, minum, dan berhubungan sex) yang disertai niat karena Allah akan mampu meningkatkan kualitas jiwa dan memperlemah daya nafsu hewani dan potensi primitif manusia. Puasa baik yang wajib maupun yang sunat mampu menekan tabiat rendah manusia dan menyehatkan jiwa dan raga.

Dengan memperbanyak puasa, seseorang akan terlatih secara psikologis untuk berperilaku disiplin dan meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri. Puasapun sangat bagus dalam mengasah rasa kesetiakawanan sosial, karena dengan latihan merasakan lapar dan dahaga akan menurunkan ambisi, kerakusan, egoistis, dan kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Dengan lemahnya fisik, maka ambisi dan semangat untuk mencapai keinginan hawa nafsunya akan melemah, dan ia akan lebih banyak merenungkan hakekat hidup daripada bergerak menuju hawa nafsunya.

Menurut al-Amiri (Abu al-Hasan Muhammad ibn Yusuf al- Amiri) seorang filosof muslim (wafat tahun 992 M), gerak dan pemikiran manusia itu dikendalikan oleh tiga tabiat, yaitu: tabiat kebinatangan, tabiat kemanusiaan, dan tabiat kemalaikatan. Tabiat kebinatangan seperti: makan, minum, dan sex, kalau dituruti sesuai dengan keinginannya maka ia akan mengarahkan manusia kearah kehidupan rendah (binatang). Tabiat kemalaikatan, seperti: rindu dan asyik berdekatan dengan Tuhan akan mengarahkan manusia pada kehidupan alam atas (alam malaikat). Sedangkan tabiat kemanusiaan berada di posisi tengah, maka dengan mempersempit ruang gerak tabiat kebinatangan, manusia akan meningkat kepada tabiat kemalaikatan. Sebaliknya kalau mengikuti tabiat kebinatangan, maka manusia menurun kepada tabiat kebinatangannya. Selain itu puasa memiliki berbagai manfaat psikologis lainnya dan juga sangat berguna bagi kesehatan tubuh atau psikosomatik, seperti terciptanya kesehatan dan keseimbangan asam basa lambung, dikarenakan stress, tekanan darah tinggi, terlalu banyak kolesterol dan lainnya (Hembing, 1997: 4).

Berbagai amalan diatas merupakan amalan yang biasa dilakukan dalam keseharian seorang muslim, hanya bedanya adalah kualitas dan kwantitasnya lebih ditingkatkan dengan panduan langsung dari seorang Guru Mursyid. Bahkan untuk lebih meningkatkan kualitas tersebut ditambah dengan berbagai amalan yang selalu dilakukan seorang sufi, seperti: khotaman, manakiban, ziarah, dan lainnya

Sumber :
http://inabah23putra.blogspot.com/p/metode-inabah.html
http://www.inabah.com/p/pembinaan.html
Al-qur'an & As-sunnah
http://suryalaya.org/ver2/main.html