Disetiap akhir bulan Ramadhan, pada umumnya kaum muslimin senantiasa merasakan kegembiraan. Gembira karena memang setelah ramadhan berkahir, akan datang hari raya yang membahagiakan yaitu ‘Idul Fithri. Hari raya kaum Muslimin sebagai hadiah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah tabarakawata’ala telah menggantikan bagi kalian keduanya (hari raya jahiliyah itu) dengan dua hari raya yang lebih baik darinya. Yaitu hari raya Iedul fitri dan hari raya kurban.” (Shahih, HR. Ahmad).
Namun, disisi lain kita telah ditinggalkan oleh bulan nan mulia. Bulan yang penuh janji ampunan dan pahala. Bulan yang penuh keutamaan. Bulan dimana pada satu malam terdapat malam lailatul qadar. Kepergian ramadhan, berarti pula selesailah kesempatan kita untuk mereguk segala keutamaan yang ada. Berlalulah segala keutamaan yang Allah ta’ala janjikan dibulan itu. Berlalunya Ramadhan, juga selalu membekaskan sebuah pertanyaan di pikiran kita. Adakah amalan Ramadhan kita diterima Allah ? Atau jangan-jangan kita hanya memperolah lapar dan dahaga saja di bulan ini ? Sungguh, kita tentunya tidak ingin menjadi seperti orang-orang yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berapa banyak orang yang berpuasa, ia tidak mendapat apa-apa dari puasanya itu kecuali rasa lapar dan haus. Kembali ke pertanyaan diatas. Tampaknya, tidak ada seorangpun yang mampu menjamin amalan kita pasti diterima Allah. Jika memang demikian, tak hanya kegembiraan. Melainkan kesedihan juga turut menyertai kepergian Ramadhan.
Disisi lain, tentunya masih teringat beberapa waktu di pertengahan Ramadhan. Saudara-saudara kita umat muslim di Tasikmalaya, Garut dan sekitarnya digoncang gempa hebat yang mengakibatkan kematian dan kerusakan harta benda mereka. Mereka pasti tidak mampu merasakan Indahnya hari raya. Belum lagi saudara-saudara muslim kita dibelahan dunia yang lain yang rasa keamanan mereka terancam. Bukankan sesama muslim adalah saudara. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : al Muslimu akhulmuslim. “Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain.” (HR. Muslim). Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengibaratkan umat Islam sebagai sebuah tubuh, bila satu anggota tubuh merasakan sakit maka anggota tubuh yang lain merasakan demam dan matapun turut begadang. Sebagai saudara, tidakkah rasa sedih itu juga hadir dalam diri kita?
Selayaknya, ramadhan ini menorehkan catatan berharga dalam hidup kita. Ramadhan telah mendidik kita untuk menunaikan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan dan yang disunnahkan untuk menuju ketakwaan. Puasa, sholat malam, sedekah, membaca al Quran, sholat berjamaah yang telah kita laksanakan di bulan Ramadhan hendaknya sebagai awal bagi kita untuk istiqomah melaksanakan amalan di sebelas bulan berikutnya. Semoga kita kembali dipertemukan dengan Ramadhan di tahun mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar